https://darurrahmahsciences.blogspot.com/2014/02/filsafat-al-kindi-tentang-ketuhanan-a.html
FILSAFAT AL-KINDI TENTANG KETUHANAN
A.
Pendahuluan
Filsafat adalah usaha manusia dengan
akalnya utuk memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup.[1]
Didalam filsafat orang berusaha dengan akalnya untuk mendapatkan dan menemukan
suatu pandangan dunia dan hidup. Disini wahyu tidak berlaku, hanya akallah yang
bekerja.[2]
Dengan pengertian diatas para filsuf muslim mulai
tertarik untuk membaha filsafat dan apa yang ada didalamnya, para filsuf muslim
awalnya mengikuti jejak para filsuf kuno yang mendahulukan akal, akan tetapi
yang berbeda dengan mereka para filsuf barat adalah bahwa filsuf muslim
mengedepankan akal akan tetapi tidak meniggalkan wahyu.
Filsafat muslim sebagaimana sejarah
muslim umumnya,telah melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama
berlangsung dari abad ke 1 H/7 M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah
tahap keguncangan-keguncangan selama setengah abad. Tahap ketiga merentang dari
awal abad ke-4/14 hingga awal abad ke- 12/18. Tahap keempat merupakan tahap
paling menyedihkan , berlangsung selama satu setengah abad. Inilah zaman
kegelapan Islam. Tahap kelima dimulai pada pertengahan abad ke-13/19 yang
merupakan periode renasains modern.[3]
Itulah sedikit sejarah para filsuf musim sejak abad
dahulu, dengan perjalanan filsafat islam yang telah melewati bebrapa fase
tersebut, tentunya sudah banyak terlahir filsuf-filsuf muslim. Dengan demikian
maka makalah ini hanya aan menjelaskan salah seorang filsuf muslim dan
filsafatnya dalam masalah ketuhanan. Filsuf yang akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini adalah “Al-Kindi”.
B.
Filsafat Alkindi di tentang Ketuhanan.
1.
Sejarah Singkat Alkindi
Alkindi (185 H/801 M -250H/873 M) adalah filsuf muslim pertama. Pengetahuan
filsafat abad ke-2 Hke-8 M berada ditangna orang-orang Kristen syiria, yang
terutama para dokter. Sebagai muslim arab yang pertama mempelajari ilmu
pengetahuan dan filsafat, al-Kindi patut disebut “Ahli Filsafat Arab”.[4]
Nama lengkap al-kindi adalah Abu
Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Muhammad bin
Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi.[5]
Al-Kindi dikenal sebagai filosof Muslim pertama, karena dialah orang Islam
pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, filsafat masih
didominasi orang Kristen Suriah. Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya
filsafat Yunani, namun dia juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme.
Salah satu kontribusinya yang besar adalah menyelaraskan filsafat dan agama.
Setelah era Khalifah AL-Mu'tasim
berakhir dan tampuk kepemimpin beralih ke Al-watiq dan Al-Mutawakkil, peran
Al-Kindi semakin dipersempit. Namun, tulisan kaligrafinya yang menawan sempat
membuat Khalifah kepincut. Khalifah AL-Mutawakkil kemudian mendapuknya sebagai
ahli kaligrafi istana. Namun, itu tak berlangsung lama.
Ketika Khalifah Al-Mutawakkil tak
lagi menggunakan paham Muktazilah sebagai aliran pemikiran resmi kerajaan,
Al-Kindi tersingkir. Ia dipecat dari berbagai jabatan yang sempat diembannya.
Jabatannya sebagai guru istana pun diambil alih ilmuwan lain yang tak sepopuler
Al-Kindi. Friksi pun sempat terjadi, perpustakaan pribadinya sempat diambil
alih putera-putera Musa. Namun akhirnya Al-Kindiyah - perpustakaan pribadi itu
- dikembalikan lagi.
Sebagai penggagas filsafat murni
dalam dunia Islam, Al-Kindi memandang filasafat sebagai ilmu pengetahuan yang
mulia. Sebab, melalui filsafat-lah, manusia bisa belajar mengenai sebab dan
realitas Ilahi yang pertama da merupakan sebab dari semua realitas lainnya.Baginya,
filsafat adalah ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan.
Filsafat, dalam pandangan Al-Kindi bertujuan untuk memperkuat agama dan
merupakan bagian dari kebudayaan Islam.
2.
Filsafat Al-Kindi (Ketuhanan)
Sebelum memasuki pembahsan tetntang
ketuhanan, sebagai seorang filsuf layaknya filsuf yuanani kuno, al-Kindi juga memberikan makna tentang
“Pengetahuan”. Menurutnya:
I.
Pengetahuan Ilahi
Sebagai
mana yang dijelaskan dan tercantum ddidalam al-Qur’an “yaitu pengetahuan
langsung yang diperoleh Nabi dan Tuhan. Dasar Pengetahuaun ini ialah keyakinan.
II.
Pengetahuaun manusiawi
Atau
disebut juga dengan (human science) dasarya ialah (rasio-reason).[6]
Para filsuf yunani kono yang
membahaas ketuhanan dalam filssafatnya belum sampai paa titik kebenaran yang
hakiki, karena pada dasarnya mereka para filsuf yunani konu hanya mengedepankan
akal untuk mencari sebuah kebenaran tanpa menghadirka wahyu. Maka al-Kindi
sebagai filsuf muslim pertama memberikan pengetahuannya tentang ketuhanan.
Dalam masalah ini al-Kindi memiliki
tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan, yaitu:
1.
Tidak mungkin ada benda
yang ada dengan sendirinya, jadi wajib ada yang menciptakannya dari ketiadaan
dan pencipta itu adalah Tuhan.
2.
Dalam Alam tidak mungkin
ada keragaman dan keseragaman tanpa keragaman. Tergabungnya keragaman dan
keseragaman bersama-sama, bukanlah kaerana kebetulan tetapi karena sesuatu
sebab. Sebab pertama itulah Tuhan.
3.
Kerapihan alam tidak
mungkin terjadi tanpa ada yang merapihkan atau yang mengaturkan alam nyata, itulah
Tuhan.
Dengan tiga jalan yang diberikan al-Kindi untuk
membuktikan keberadaan Tuhan sangatlah rasional, karena tiga jalan tersebut
menerangkan dengan jelas apabila ketidak ikut serta Tuhan dalam penciptaaan
alam semesta ini, nicaya alam semesta ini tidak akan pernah tercipta.
Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak
mempunyai hakikat dalam arti aniah atau
mahiah. Tidak aniah karena tuhan
tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam alam, bahkan ia adalah
Pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak
memiliki sifat mahiah karena Tuhan
tidak merupakan genus atau Spesies.
Tuhan hanya satu dan tidak ada serupa dengan Tuhan.[7]
Dalih-dalih al-Kindi tentang kemaujudan Allah bretumpu
pada keyakinan akan hubungan sebab akibat. Segala yang maujud pasti memiliki
sebab yang mewujudkannya. Rangkaian sebab itu terbatas, ada sebab pertama, atau
sebab sejati, yaitu Allah. [8]
Tuhan bagi al-Kindi adalah pencipta
dan bukan penggeerak pertam sebagaimana pendapat Aristoteles. Alam bagi
al-Kindi bukan kekal dizaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu, ia
lebih dekat dalam hal ini pada falsafah Plotinus yang megataan bahwa yang
Mahasatu adalah sumber dari ala mini, dan sumber dari segala yang ada. Ala mini
adalah emanasi yang Mahasatu.[9]
Inilah pandangan-pandangan al_kindi pada konsep
ketuhanan, al-kindi sangat memberikan titik terang bagi para muslim khsusnya
dan menentag para fisuf yunani kuno tentang alam dan ketuhanan ini.
C.
Penutup
Denagn penjelasan diatas, maka dapat disimpullkan
bahwa al-Kindi telah membuka titik terang kepada umat muslim khsusuya
tentang keberadaan Allah.
Pandangan-pandagna al-Kindi dalam masalah ketuhanan adalah sebagai berikut:
I.
Tuhan dalam filsafat
al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah
atau mahiah.
II.
Tuhan hanya satu dan tidak
ada serupa dengan Tuhan.
III.
Tuhan bagi al-Kindi adalah
pencipta dan bukan penggeerak pertam sebagaimana pendapat Aristoteles.
IV.
Alam bagi al-Kindi bukan
kekal dizaman lampau, tetapi mempunyai permulaan.
D.
Referensi
Hadiwijono , Harun. 1994. Sari Sejarah Filsafat 1, Yogyakarta.
Kanisius.
M.M. Syarif M.A. 1989. Para Filsuf Muslm, Bandung.
Supriyadi
,Dedi. 2009. Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), Bandung.
Pustika Setia.
[1]
Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah
Filsafat 1, Yogyakarta, Cet. 11, 1994, Kanisius, hal. 8
[2]
Ibid, hal. 8
[3]
M.M. Syarif M.A, Para Filsuf Muslim, Bandung,
cet. II, 1989, hal. 5
[4]
Ibid, hal. 11
[5]
Dedi Supriyadi, M.A, Pengantar Filsafat
Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), Bandung, 2009, Pustika Setia, hal. 50
[6]
Ibid, Hal. 55
[7]
Ibid, hal. 56
[8]
Dedi Supriyadi, M.A, Pengantar Filsafat
Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), hal. 22
[9]
Dedi Supriyadi, M.A, Pengantar Filsafat
Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), hal. 57
Post a Comment