FILSAFAT AL-KINDI TENTANG KETUHANAN

A.    Pendahuluan
Filsafat adalah usaha manusia dengan akalnya utuk memperoleh suatu pandangan dunia dan hidup.[1] Didalam filsafat orang berusaha dengan akalnya untuk mendapatkan dan menemukan suatu pandangan dunia dan hidup. Disini wahyu tidak berlaku, hanya akallah yang bekerja.[2]
Dengan pengertian diatas para filsuf muslim mulai tertarik untuk membaha filsafat dan apa yang ada didalamnya, para filsuf muslim awalnya mengikuti jejak para filsuf kuno yang mendahulukan akal, akan tetapi yang berbeda dengan mereka para filsuf barat adalah bahwa filsuf muslim mengedepankan akal akan tetapi tidak meniggalkan wahyu.


Filsafat muslim sebagaimana sejarah muslim umumnya,telah melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad ke 1 H/7 M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah tahap keguncangan-keguncangan selama setengah abad. Tahap ketiga merentang dari awal abad ke-4/14 hingga awal abad ke- 12/18. Tahap keempat merupakan tahap paling menyedihkan , berlangsung selama satu setengah abad. Inilah zaman kegelapan Islam. Tahap kelima dimulai pada pertengahan abad ke-13/19 yang merupakan periode renasains modern.[3]
Itulah sedikit sejarah para filsuf musim sejak abad dahulu, dengan perjalanan filsafat islam yang telah melewati bebrapa fase tersebut, tentunya sudah banyak terlahir filsuf-filsuf muslim. Dengan demikian maka makalah ini hanya aan menjelaskan salah seorang filsuf muslim dan filsafatnya dalam masalah ketuhanan. Filsuf yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah “Al-Kindi”.

B.     Filsafat Alkindi di tentang Ketuhanan.
1.      Sejarah Singkat Alkindi
Alkindi (185 H/801 M -250H/873  M) adalah filsuf muslim pertama. Pengetahuan filsafat abad ke-2 Hke-8 M berada ditangna orang-orang Kristen syiria, yang terutama para dokter. Sebagai muslim arab yang pertama mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat, al-Kindi patut disebut “Ahli Filsafat Arab”.[4]
Nama lengkap al-kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Muhammad bin Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi.[5] Al-Kindi dikenal sebagai filosof Muslim pertama, karena dialah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Hingga abad ke-7 M, filsafat masih didominasi orang Kristen Suriah. Al-Kindi tak sekedar menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani, namun dia juga menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Salah satu kontribusinya yang besar adalah menyelaraskan filsafat dan agama.
Setelah era Khalifah AL-Mu'tasim berakhir dan tampuk kepemimpin beralih ke Al-watiq dan Al-Mutawakkil, peran Al-Kindi semakin dipersempit. Namun, tulisan kaligrafinya yang menawan sempat membuat Khalifah kepincut. Khalifah AL-Mutawakkil kemudian mendapuknya sebagai ahli kaligrafi istana. Namun, itu tak berlangsung lama.
Ketika Khalifah Al-Mutawakkil tak lagi menggunakan paham Muktazilah sebagai aliran pemikiran resmi kerajaan, Al-Kindi tersingkir. Ia dipecat dari berbagai jabatan yang sempat diembannya. Jabatannya sebagai guru istana pun diambil alih ilmuwan lain yang tak sepopuler Al-Kindi. Friksi pun sempat terjadi, perpustakaan pribadinya sempat diambil alih putera-putera Musa. Namun akhirnya Al-Kindiyah - perpustakaan pribadi itu - dikembalikan lagi.
Sebagai penggagas filsafat murni dalam dunia Islam, Al-Kindi memandang filasafat sebagai ilmu pengetahuan yang mulia. Sebab, melalui filsafat-lah, manusia bisa belajar mengenai sebab dan realitas Ilahi yang pertama da merupakan sebab dari semua realitas lainnya.Baginya, filsafat adalah ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat, dalam pandangan Al-Kindi bertujuan untuk memperkuat agama dan merupakan bagian dari kebudayaan Islam.
2.      Filsafat Al-Kindi (Ketuhanan)
Sebelum memasuki pembahsan tetntang ketuhanan, sebagai seorang filsuf layaknya filsuf yuanani  kuno, al-Kindi juga memberikan makna tentang “Pengetahuan”. Menurutnya:
I.                   Pengetahuan Ilahi
Sebagai mana yang dijelaskan dan tercantum ddidalam al-Qur’an “yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dan Tuhan. Dasar Pengetahuaun ini ialah keyakinan.
II.                Pengetahuaun manusiawi
Atau disebut juga dengan (human science) dasarya ialah (rasio-reason).[6]

Para filsuf yunani kono yang membahaas ketuhanan dalam filssafatnya belum sampai paa titik kebenaran yang hakiki, karena pada dasarnya mereka para filsuf yunani konu hanya mengedepankan akal untuk mencari sebuah kebenaran tanpa menghadirka wahyu. Maka al-Kindi sebagai filsuf muslim pertama memberikan pengetahuannya tentang ketuhanan.
Dalam masalah ini al-Kindi memiliki tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan, yaitu:
1.      Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya, jadi wajib ada yang menciptakannya dari ketiadaan dan pencipta itu adalah Tuhan.
2.      Dalam Alam tidak mungkin ada keragaman dan keseragaman tanpa keragaman. Tergabungnya keragaman dan keseragaman bersama-sama, bukanlah kaerana kebetulan tetapi karena sesuatu sebab. Sebab pertama itulah Tuhan.
3.      Kerapihan alam tidak mungkin terjadi tanpa ada yang merapihkan atau yang mengaturkan alam nyata, itulah Tuhan.
Dengan tiga jalan yang diberikan al-Kindi untuk membuktikan keberadaan Tuhan sangatlah rasional, karena tiga jalan tersebut menerangkan dengan jelas apabila ketidak ikut serta Tuhan dalam penciptaaan alam semesta ini, nicaya alam semesta ini tidak akan pernah tercipta.
Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam alam, bahkan ia adalah Pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak memiliki sifat mahiah karena Tuhan tidak merupakan genus  atau Spesies. Tuhan hanya satu dan tidak ada serupa dengan Tuhan.[7]
Dalih-dalih al-Kindi tentang kemaujudan Allah bretumpu pada keyakinan akan hubungan sebab akibat. Segala yang maujud pasti memiliki sebab yang mewujudkannya. Rangkaian sebab itu terbatas, ada sebab pertama, atau sebab sejati, yaitu Allah. [8]
Tuhan bagi al-Kindi adalah pencipta dan bukan penggeerak pertam sebagaimana pendapat Aristoteles. Alam bagi al-Kindi bukan kekal dizaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu, ia lebih dekat dalam hal ini pada falsafah Plotinus yang megataan bahwa yang Mahasatu adalah sumber dari ala mini, dan sumber dari segala yang ada. Ala mini adalah emanasi yang Mahasatu.[9]
Inilah pandangan-pandangan al_kindi pada konsep ketuhanan, al-kindi sangat memberikan titik terang bagi para muslim khsusnya dan menentag para fisuf yunani kuno tentang alam dan ketuhanan ini.

C.    Penutup
Denagn penjelasan diatas, maka dapat disimpullkan bahwa al-Kindi telah membuka titik terang kepada umat muslim khsusuya tentang  keberadaan Allah. Pandangan-pandagna al-Kindi dalam masalah ketuhanan adalah sebagai berikut:
I.                   Tuhan dalam filsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah.
II.                Tuhan hanya satu dan tidak ada serupa dengan Tuhan.
III.             Tuhan bagi al-Kindi adalah pencipta dan bukan penggeerak pertam sebagaimana pendapat Aristoteles.
IV.             Alam bagi al-Kindi bukan kekal dizaman lampau, tetapi mempunyai permulaan.

D.    Referensi

Hadiwijono , Harun. 1994. Sari Sejarah Filsafat 1, Yogyakarta. Kanisius.
M.M. Syarif M.A. 1989. Para Filsuf Muslm, Bandung.
Supriyadi ,Dedi. 2009.  Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), Bandung. Pustika Setia.





[1] Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat 1, Yogyakarta, Cet. 11, 1994, Kanisius, hal. 8
[2] Ibid, hal. 8
[3] M.M. Syarif M.A, Para Filsuf Muslim, Bandung, cet. II, 1989, hal. 5
[4] Ibid, hal. 11
[5] Dedi Supriyadi, M.A, Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), Bandung, 2009, Pustika Setia, hal. 50
[6] Ibid, Hal. 55
[7] Ibid, hal. 56
[8] Dedi Supriyadi, M.A, Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), hal. 22
[9] Dedi Supriyadi, M.A, Pengantar Filsafat Islam (Konsep, Filsuf, dan Ajarannya), hal. 57

Related

Islami 3866458949520894620

Post a Comment

Twitter Facebook

Recent

Comments

HIJRIAH




JADWAL SHOLAT


jadwal-sholat

FOLLOWERS

Contact Us

Name

Email *

Message *

item