Bidadari Syurga, Ainul Mardiyah
https://darurrahmahsciences.blogspot.com/2015/09/bidadari-syurga-ainul-mardiyah.html
Dalam suatu kisah yang
dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari
ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa
teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca
ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan
memberikan sorga untuk mereka"
Selesai
ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit
dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang
telah meninggal. Ia berkata: "Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli
dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan surga untuk mereka ?."
"Ya, benar, anak muda." Kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan: "Kalau
begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga."
Anak muda
itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan.
Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan
pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali
kulihat. Dalam perjalanan ke medan
perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk
beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta
sering menjaga kami bila sedang tidur.
Sewaktu
sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba
dia maju ke depan medan
dan berteriak: "Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . .!!."
Kami menduga dia mulai ragu dan
pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab:
"Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang
kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga
mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang
jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan
perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka
bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ."
"Assalamu’alaikum"
kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul
Mardhiyah?." Mereka menjawab
salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah
langkahmu." Beberapa kali aku
sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik,
tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan
langkah.
Akhirnya
aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah
terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat
gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini
suamimu datang . ..."
Ketika aku
dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas
yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata:
"Bersabarlah,
kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada
dalam dirimu." Anak muda
melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku
tidak sabar lagi menanti terlalu lama".
Belum lagi
percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan
orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai
pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya
dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan,
hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia
Post a Comment